Pages

Selasa, 14 Februari 2017

SEBUAH CERITA TENTANG MASA LALU: MAS MIZONE

Kata orang hari ini hari kasih sayang, terserah kamu mau ikut apa nggak pada statement ini. Di hari yang katanya spesial ini aku hanya ingin cerita tentang seseorang yang bisa kamu simpulkan sebagai sebuah cerita romansa, ya biar cocok dengan tema hari ini saja.
Apa kamu mencoba menebak siapa orangnya? Bukan, bukan, dia bukan orang yang bikin perasaanku jadi kacau akhir-akhir ini, dia adalah sosok masa lalu yang tiba-tiba siang tadi muncul di beranda instagramku.
Kamu bisa memanggilnya Mas Mizone. Ya panggil saja seperti itu, tak usah perlu tahu siapa nama aslinya, kupikir kamu juga toh tak akan mengenalnya di antara jutaan nama. Tetapi aku yakin kamu pasti akan ingat dengan nama panggilannya sejak hari ini.
Sebab aku memberi julukan itu sebenarnya cukup sederhana. Mas Mizone, dia adalah sosok yang aku pikir tidak pernah mengeluh untuk apapun, selalu bisa tersenyum dan memberikan stimulus senyum untuk orang-orang di sekelilingnya yang pada akhirnya membawa ingatanku pada sebuah minuman energi yang penuh dengan semangat.
"Mas Mizone, namanya mas Mizone," kataku ngotot pada temanku kala itu. Berasa nama itu akan cukup unik untuk menjadi koding kami untuk menyebut namanya yang tidak akan diketahui oleh orang lain.
Mas Mizone, jika aku memikirkannya sekarang, aku sangat ingin menertawakan diriku, bagaimana aku dulu begitu gila padanya. Begitu girangnya pas suatu waktu bisa berpapasan dengannya di lorong kampus, di parkiran, di kantin, ataupun di lapangan. Senyumnya yang selalu tercurah itu bisa menguapkan lelahku karena kelambatanku untuk beradaptasi dengan dunia perkampusan.
Ya, mungkin jika aku boleh berhiperbola tentang kehadirannya, Mas Mizone adalah salah satu penggerak semangat di dunia kampus yang kadang sangat individualis dan asing. Melihatnya aku seperti masih punya harapan bahwa ada kebaikan di dunia ini ketika kita bisa bersabar. Tanpa aku sadari aku mengambilnya untuk aku kagumi untuk aku ikuti walau dia bukan nabi.
Mas Mizone, pertama aku tahu dia pada acara camp di jurusanku. Tahun itu tepatnya di bulan september 2014 Mas Mizone jadi salah satu panitia yang ditugaskan untuk menghandel acara selama 3 hari tersebut. Mas Mizone memang bukan panitia di sie acara yang selalu berinteraksi dengan mahasiswa baru. Aku tak pernah tahu apa tugas utamanya di acara sambut mahasiswa baru tahun itu. Yang aku tahu siang itu dia bersama beberapa orang panitia lainnya di daulat menjadi pendamping outbound yang akan memandu kami untuk menjajal satu persatu kegiatan outbound. Tidak, tidak, jika kamu pikir dia yang jadi pendampingku kamu salah, Mas Mizone tidak menjadi pendamping timku waktu itu. Aku bahkan lupa siapa pendamping outbondku, tapi aku tidak lupa dengan orang yang punya gigi kelinci dan berkulit coklat hampir hitam itu. Dia menjadi pendamping tim lain yang jaraknya jauh dariku, namun sejak namanya di panggil, sejak dia maju di depan timnya, tiba-tiba ada kegirangan, kebahagian yang menyembul jadi puisi kebahagiaan.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya mungkin tak perlu aku jelaskan, akan terlalu banyak dan terlalu membosankan, tiap tempat di sudut kampusku seperti yang aku katakan di awal pernah jadi saksi bisuku ketika aku kegirangan bisa bertemu dengannya.
Mas Mizone ku, mungkin adalah salah satu dari alasan mengapa akhirnya aku dapat tersenyum meski lelah dan hancur, ketika melihatnya tersenyum bersama teman-temannya aku merasa juga ikut tersenyum. Keramahannya pada orang yang ditemuinya membuatku merasa bahwa aku juga akan dapat menyamai dirinya. Banyaknya teman-teman yang mengelilinginya menjadikan dia sebagai magnet. Aku bahagia, cukup bahagia hanya untuk menatapnya.
Mas Mizoneku juga yang mengilhami aku untuk ikut dalam organisasi-organisasi yang ada di kampus. Seperti Mas Mizone yang masuk pada kepengurusan himpunan mahasiswa jurusan aku juga berusaha untuk mendaftar di sana dan dapat membaui aroma perjuagannya ketika telah purna. Nyatanya aku gagal untuk menembus tempat Mas Mizone berkarya, aku malah masuk salah satu unit kegiatan menulis di tingkat fakultas. Tetapi setidaknya aku mewujudkan keinginanku untuk masuk dalam dunia keorganisasian bukan?
Mas Mizone, walaupun sudah berlalu, sudah lama aku lupakan nyatanya adalah salah satu inspirasiku, dia jadi fase dalam hidupku yang membawaku utnuk naik di tahap selanjutnya. Mas Mizoneku, dia adalah orang yang aku takut dia akan hilang, aku takut harus menghadapi hidupku tanpa bisa melihat senyumnya lagi karena studi mengharuskannya pergi mandiri. Walaupun nyatanya hari ini dia hilang, dulu aku benar-benar takut jika dia hilang. Aku sempat berpikir bagaimana aku melalui hidup jika akhirnya Mas Mizone pergi dari hidupku, walaupun hari ini aku tetap hidup tanpa dirinya.
Perpisahan itu pasti dan kenangan yang akan tetap tinggal. Aku sempat merasa kelu ketika tahu aku tak punya cukup waktu, dan Mas Mizone benar pergi, aku sendiri, menatap kampusku yang tak seramah dulu lagi. Tawa-tawa mas Mizone, sapanya pada setiap detil kampus, karya-karyanya, semangatnya jadi seperti hantu yang bergentayangan, menelisik diriku yang bawa tas keberatan, menaiki tangga penuh kesabaran.
Mas Mizoneku resmi hilangnya di September yang cerah ketika toga berhasil membungkus tubuhnya dan membebaskan dirinya dari hiruk pikuk tugas kuliah. Mas Mizoneku pergi dan aku harus membiarkannya pergi.
Sampai suatu detik siang lalu Mas Mizone seperti telah benar-benar telah kabur dari pikiranku. Aku tak pernah mengingatnya lagi, aku tak pernah stalking akun medsosnya seperti dulu lagi. Hanya saja siang itu fotonya muncul di beranda instagramku, kenangan itu pun jadi muncul di benakku.
Ya mas, nyatanya dulu aku hanya mahasiswa baru yang butuh banyak motivasi, butuh inspirasi. Senangnya aku pernah bertemu denganmu, sehingga aku punya puzzle untuk menyusun hidupku yang lain. Hey mas, aku tiba-tiba rindu tawamu yang biasanya menghias soreku. Aku harap senyummu masih tetap tersimpan, dan aku yakin tawa itu akan tetap tersimpan. Hey mas, selalu bahagia ya, bersama siapa saja, terima kasih pernah mengijinkan aku tertawa karenamu. Terima kasih sudah jadian bagian hidupku yang mengantarkan aku pada sebuah perubahan, sebuah langkah kaki yang detik ini tak tahu akan melangkah sejauh apalagi. Terima kasih telah menguatkan aku dilangkah pertama, menjadi pijakan awal yang membikin hidupku jadi lebih berwarna.
Mas Mizone, sekali lagi kamu semoga kamu selalu bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar