Pages

Selasa, 24 Oktober 2017

Suhuuee, Ajari Aku Jatuh Cinta! (Ep 4)

Gerimis berlapis-lapis membasahi dedaunan, pohon, pagar, dan jalanan berpaving. Tidak jadi hujan deras, tapi cukup membuat Ue menpuk kemeja warna birunya kebasahan. Untung saja tasnya anti air jadi dia tak perlu takut tugas proposal PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dari Pak Tris itu rusak atau basah.
"Ue?" teriak seseorang. Ue menoleh mencari sumber suara. Seseorang memakai jaket warna hijam yang dinodai gerimis, celana jeans warna abu-abu dan menggendong tas ransel melambai padanya. Ue menatapnya, pandangannya lekat pada orang yang kini melangkah padanya.
"Huh, basah deh," keluh orang yang kini sudah berada di depan Ue.
"Ue???" dia melambaikan tangan di depan Ue.
"Eh, oh iya ada apa Mas?" tanya Ue tersadar.
"Kenapa ngelamun? Kerasukan lo," kata Kak Rizal. Ya orang itu Rizal, target tersulit yang dibilang Ue.
"Hahaha, mana bisa mas, yang ada setannya takut mau ngrasukin aku," canda Ue.
"Yah, siapa tahu ada yang mau masuk ke tubuh cantik kamu."
"Hah?"
"Ah, enggak, kamu ada kelas?"
"Iya, ada kuliah metodologi penelitian?"
"Oh ya? Siapa dosennya?"
"Pak Tris."
"Wah, aku dulu juga Pak Tris. Kalau ada apa apa jangan sungkan tanya ya? Pasti aku bantu," katanya sambil mengedikkan satu mata.
Ue tersenyum, senang sekaligus kaget. Akhirnya perjuangannya sekarang sudah ada titik temunya. Yippiee
***
"Ue, aku tunggu di kantin ya?" pesan singkat itu masuk ke smartphone Ue.
"Siapa Ue?" tanya Andin.
"Kak Rizal," jawab Ue senang.
"Kak Rizal yang kamu suka itu?" tanya Andin kaget.
"Yupppss, tadi pagi aku ketemu dia, sekarang disuruh ke kantin," kata Ue.
"Kok bisa? Bukannya dia cuek banget sama kamu?"
"Nggak tahu juga sih, mungkin ini yang namanya hasil dari kerja keras," kata Ue menyombong.
"Hati-hati aja Ue," Andin memperingatkan.
"Iya cantik," kata Ue memegang pundak Andin.
"Aku serius Ue, kita nggak bisa selalu percaya sama yang namanya cowok," kata Andin. Pandangannya menerawang jauh, kabut mulai terlihat di matanya. Ue tahu Andin masih sakit hati sejak menerima perlakuan dari Dafa.
"Iya Ndin tenang aja, aku bakal jaga diri kok, lihat, aku sekarang baik-baik saja kan?"
"Ue, roda kehidupan selalu berputar. Aku tahu kamu itu idealis, suka melakukan apa yang kamu ingin lakukan. Tapi cinta bisa meracuni idealismu Ue," kata Andin.
"Racun? Tenang aja Ndin, sebelum racun itu masuk ke tubuhku, aku pasti sudah sadar."
"Aku khawatir Ue, aku mohon jagalah dirimu baik-baik," pinta Andin. Tangannya menggenggam tangan Ue erat.
"Pasti"

Senin, 16 Oktober 2017

Suhuue, Ajari Aku Jatuh Cinta! (Ep 3)

Matahari mengenai teras paling ujung bangunan kampus. Permukaan keramiknya lebih terang karena sinar hangat-hangat kuku matahari yang ingin rebahan di ufuk barat. Sinar hangat itu juga memantul di buliran air mata Andin yang tak juga berhenti. "Masih nangis Ndin?" tanya Ue dengan muka prihatin. Andin diam, air mata semakin banyak luruh dari matanya. Neza menyenggol punggungku dari belakang. "Udah tahu masih nangis malah ditanya," omelnya pada  Ue. "Yee, gue pikir air matanya bocor, udah 2 jam lo Ndin, lu nggak capek nangisin cowok brengsek kaya dia?"
***
Dua jam yang lalu
"Teh anget, teh anget, cariin teh anget pliss," seru Ue pada kerumunan yang mengumpul. Lisa tergopoh-gopoh mengulurkan satu cup teh panas padanya. "Gila lu nis, teh nya panas banget," protes Ue.
"Nggak usah protes Ue, cepetan kasih ke Andin tuh."
Ue mendekatkan  teh yang hawanya mendidih pada bibir Andin. "Pelan-pelan Ndin, Lisa mah nggak bisa bedain mana makhluk hidup mana bukan makhluk hidup," kata Ue menenangkan Andin.
"Hemm, pengen gue timpuk aja lu Ue, udah dibantuin masih aja ngomel."
Andin tersenyum dan menyedot pelan-pelan teh durjana dari Lisa. Wajahnya nyengir kepanasan, sejalan dengan itu rona-rona merah terbit di pipinya yang pucat. "Setidaknya teh itu bisa bikin Andin sadar," kata Lisa bangga, "ya udah gue masih ada kelas, gue cabut dulu ya," tambahnya.
Perlahan orang-orang yang berkerumun itu meninggalkan Ue, Neza, dan Andin yang matanya sudah jadi sebesar bola tenis.
"Nah, sekarang lu bisa cerita Ndin, kenapa lu bisa nampar Dafa terus pingsan begitu?"
Neza menyenggol Ue.
"Gue udah putus sama Dafa Ue," kata Andin dengan lemah.
Ue saling pandang dengan Neza.
"Gimana ceritanya Ndin?"
(cerita Andin)
"Yang, aku ke kampus kamu pukul 1 siang," pesan whatsapp itu menggetarkan smartphone Andin sekaligus hatinya. Ada rasa takut sekaligus kelegaan yang menjalar di tubuhnya. Sebenarnya sudah sering kali Andin mengajak Dafa yang belakangan ini berubah untuk bertemu. Namun dengan alasan kesibukan organisasi yang tidak bisa ditinggalkan pertemuan itu hanya sekedar rencana saja.
Andin sebenarnya sudah lelah dengan sikap Dafa yang sangat berubah. Awalnya Andin masih bisa menerima ketika Dafa tidak memberinya kabar ketika ada kegiatan. Dia paham, kesibukan bisa membuat orang lupa beberapa hal. Andin mencoba mengerti.
Belakangan Dafa bikin ulah yang membuat Andin menangis setiap malam. Selain tak berkabar, cowok berwajah Arab itu sering kali bikin instamoment sedang kangen seseorang. Pikiran Andin semakin menjadi-jadi. Beberapa tugas dosen yang dikejar deadline menggunung di meja belajarnya, sayu memanggil Andin yang hanyut dalam ketakutannya.
"Udah lah Ndin, cepet minta ketemu dan minta penjelasan," nasehat Hima sambil menarik helai demi helai kain Ero. Sesekali dia mengusap kepala Andin yang bergetar.
"Gue bingung Him, gue masih sayang banget sama Dafa, tapi dianya kok gini ya?" isak membanjir di bantal bersarung pink miliknya.
Hari ini setelah Andin memberikan penawaran beberapa kali, Dafa mengajaknya untuk bertemu. Andin kenakan baju terbaik di lemarinya dan kerudung ungu menjadi pelengkap manis yang membungkus kepalanya.
Pukul satu tepat, kaki mungil Andin menghampiri meja paling ujung kantin kampusnya. Pandangan Dafa yang jail ditangkapnya dengan rasa haru antara marah, kangen dan takut.
"Hai," sapa Dafa riang. Andin bersikap biasa, dia duduk di depan Dafa.
"Katanya ada maba baru di kos kamu?" tanyanya.
"Iya."
"Mana kok nggak dikenalin?"
"Kuliah, kenapa sih tanya tanya maba?"
"Katanya disuruh kenalan?"
"Nanti juga lewat, sekarang masih kuliah tahu,"
"Kalau nggak lewat gimana?"
"Lewat, lewat, dibilangin masih kuliah. Ayolah cepet ngomong!"
"Ngomong apa sih?"
"Ayo cepet! Aku lo sebenarnya sudah tahu ceritamu semua."
"Cerita yang mana? Kan cerita tentang aku banyak."
"Udahlah kamu cerita dulu, nanti kalau ceritanya benar aku bilang benar."
"Maaf" kata Dafa sambil menggenggam tangan Andin.
"Maaf buat apa? " tanya Andin, air mata mulai memecah tembok kelopak matanya.
"Nah, aku belum ngomong apa apa aja kamu sudah nangis." Dafa mengusap air mata yang luber di pipi Andin
"Sebenarnya aku sudah tahu kalau perasaan kamu sudah nggak sama seperti dulu. Kamu suka sama orang lain kan?" tanya Andin akhirnya. Kecurigaan dalam hatinya dia tumpahkan pada cowok Arab yang sampai detik ini masih memasang wajah jail di hadapannya.
"Maaf!" katanya lagi, kali ini Dafa berlutut di hadapan Andin. Menggenggam tangan kecil dan meremasnya kuat.
"Cuma gitu doang?" tetes air mata seperti rinai hujan yang perlahan turun.
"Kamu kan sudah tahu ceritanya, maaf aku nggak bisa nerusin hubungan ini," kata Dafa, tangannya erat menggenggam tangan Andin yang kini pecah tanggul matanya.
"Aku salah apa?" tanya Andin disela isak.
"Ini bukan salah kamu dan juga bukan salah dia, ini murni salahku. Aku sendiri tidak tahu kenapa perasaanku seperti ini. Tapi namanya perasaan tidak bisa dipaksa."
"Aku nggak mau," berontak Andin.
"Aku sudah tidak bisa, kamu harus bisa mengikhlaskan aku" jelas Dafa.
"Nanti kalo kita putus kamu nggak bakal menghubungi aku lagi, masih pacaran aja kamu jarang ngasih kabar."
"Aku janji akan selalu ngasih kabar ke kamu. Sudahlah, sekarang kita memperbaiki diri masing-masing saja. Kalau jodoh nanti juga akan kembali. Dan walaupun kita sudah putus kamu masih boleh main ke rumah, kamu sudah aku aku anggep adik, mbak juga sudah nganggep kamu adik, bapak dan ibu juga nganggep kamu anaknya. Kamu tahu bapak ibu kan? Lagian rejeki, jodoh, dan maut sudah ada yang ngatur. Sudahlah sekarang jangan nangis. Kamu nggak perlu nangisi orang seperti aku. Kamu ini orang baik, pasti bisa dapat yang lebih baik dari aku. Ikhlaskan aku, jangan nangis."
"Aku nggak bisa," Andin tetap berontak.
"Kamu harus yakin kalau bisa."
"Kamu suka siapa sih?" tanya Andin akhirnya.
"Osa."
"Plakkkk"
"Nggak apa apa, tampar aja, masih sakitan hatinya kamu daripada tamparan ini."
"Plakkk"
***
Senja kian nampak sekarang, jingga di tepi langit di atas atap rumah peninggalan belanda begitu tegas. Setegas semu merah yang tertinggal di wajah Andin yang begitu berantakan. Ue yang tak bisa berkata apa apa lagi hanya bisa merangkul pundak Andin disusul dengan tangan Neza yang ikut mengusap pundaknya.

Senin, 09 Oktober 2017

Suhuue, Ajari Aku Jatuh Cinta! (Ep 2)

Ue menopang dagu dengan kedua tangan. Pandangannya lurus menembus layar 14 inchi di depannya. kursor berbentuk vertikal di samping huruf times new roman terus berkedip, menunggu Ue kembali mengetikkan kata operasional tujuan pembelajaran.
"Serius amat Ue?" ganggu Neza.
"Apaan sih Nez? "
"Tumben amat lu serius banget?"
"Gimana nggak serius, besok gue simulasi ngajar dan gue belum persiapan apa apa."
Neza duduk di samping Ue, memakan cilok dengan lahap sambil ikut-ikutan menatap layar 14 inchi.
"Wahhhh, nyerah gue," teriak Ue yang sudah tak menemukan inspirasi lagi.
"Makanya Ue, jangan sibuk nyepik cowok terus, lupa kan harus bikin RPP," ceramah Neza.
"Nggak ada hubungannya sama cowok lah Nez, emang aku belum ada inspirasi aja," bela Ue.
"Nggak ada inspirasi atau inspirasi kamu semua hanya untuk nyepik cowok?"
"Nez," Ue menatap Neza serius.
"Apa?" tanya Neza, tusukan ciloknya menggantung di udara. "Please, berhenti ceramahin gue dan bantu gue ngerjain RPP aja ya!" Ue memasang wajah memelas. Neza meliriknya iba.
***
"Fiuhhhh, akhirnya selesai juga," Ue berjalan menuju kantin bersama Neza. "Untung ya, gue nggak ngulang Nez," senyum ceriah terpampang di wajahnya yang memerah kepanasan. Sesekali Ue mengibaskan jas almamater yang membungkus kemeja putihnya.
"Sebagai ucapan terima kasih atas jasa Neza yang telah memberi Ue inspirasi dan bantuan pembuatan media, maka diputuskan Ue akan mentraktir Neza jus," Ue memasang senyum Pepsodent.
"Beneran?" tanya Neza meyakinkan, "lu nggak bohong lagi kan? Dulu lu bilang mau traktir, eh giliran gue udah pesen banyak lu suruh gue bayar sendiri."
"Suwer, kali ini gue nggak bohong lagi," Ue memasang jari telunjuk dan jari tengah di depan mata Neza.
"Oke deh, gue coba percaya aja."
"Plakkk!!!!!" suara pukulan menggema dan tertangkap telinga Ue. Kaki mereka yang selangkah lagi masuk ke stand minuman terhenti begitu saja. Lima meter dari tempat mereka berdiri seorang perempuan mengenakan kerudung ungu terlihat pucat. Air merembes dari kelopak matanya yang memerah. Di depannya seorang lelaki berwajah arab berkulit gelap memegang pipinya. Lelaki itu melangkah mendekat, "maaf," serunya lirih dan pukulan kedua mendarat lagi di pipinya. Dia tidak berontak, tidak membalas dan hanya berseru maaf terus-terusan. Perempuan berkerudung ungu memandangi tangannya bergetar, isaknya luar biasa tak dapat dibendung. Beberapa menit kemudian dia menatap laki-laki arab di depannya dan tubuhnya langsung lunglai terbawa gravitasi.
Belum sempat menyentuh lantai lelaki arab berhasil menangkap tubuhnya.

Kantin berubah gaduh. Beberapa anak membopongnya ke ruang kesenian. Tempat paling dekat untuk membaringkan perempuan berkerudung ungu yang tak sadarkan diri. Beberapa lelaki sibuk menjauhkan lelaki arab dan menyuruhnya pergi. Ue dan Neza ikut-ikutan gaduh dan berlari untuk membantu perempuan berkerudung ungu.
"Ndin, lu kenapa?" tanya Ue pada perempuan berkerudung ungu yang terlihat berantakan di atas pangkuannya.

Sabtu, 07 Oktober 2017

Suhuue, Ajari Aku Jatuh Cinta!

"Lu tuh ya, emang nggak peka, bego, apa gimana sih?" cercaan Kevin membanjir di lubang telinga Alrey. Sedang yang dicerca malah memandang langit yang hari ini biru cerah dengan seleret awan tipis yang mulai berkumpul. "Al, lu dengerin gue ngomong nggak sih?" tanya Kevin merasa percuma saja telah memarahi Alrey.
"Dengerin," jawab Alrey singkat.
"Vin," Alrey menatap Kevin, "lu tahu gue kan?" tanyanya.
Kevin mengangguk pasrah.
***
"Fiuhhh, tantangannya berat juga nih."
"Kenapa lu Ue?"
"Biasa Kak, orangnya cuek banget," jawab Ue.
"Lu tuh ya, dari dulu sampe sekarang samaaa ajaaa, nggak bosen lu hidup gitu gitu aja?" tanya Kevin.
"Duh Kak, lu kan tahu gue," jawab Ue. Kevin memandangi Ue yang merebahkan tubuhnya di atas sofa, kakinya diayun ayunkan. Mulutnya melantunkan lagu Coldplay Skyfull of stars dengan lafal yang berantakan dan nada yang nggak karu-karuan. Kevin memakan kacang bawang dari toples berwarna ungu cerah.
Masih memandangi Ue, dia mengingat pertama kali Ue datang ke rumahnya.
***
"BUDEEEEEE!!!" suara teriakan itu menggetarkan dipan Kevin, memberinya efek guncangan beberapa detik dan membuatnya terbangun dengan mata berat.
"Ueeeee," suara mama Kevin membalas teriakan itu.
Lengkaplah, bayangan pertemuaan Kevin dan Nia (gebetan Kevin) sirna sudah. Gontai Kevin membuka pintu kamar dan mendapati sesosok perempuan berambut sebahu yang mengembang mengenakan jaket jeans warna abu-abu muda dan celana senada yang robek di bagian lututnya. Sepatu converse lusuh membungkus kakinya memberikan kesan kebebasan dan ketidakteraturan.
"Siapa ma?" tanya Kevin yang menggaruk-nggaruk kepalanya separuh sadar.
"Ah iya, ini Ue Vin, sepupu kamu yang tinggal di Jogja itu lo," kata mama Kevin sumringah.
Kevin melotot, mengamati kembali gadis yang berdiri di depannya yang ternyata memanggul ransel sepanjang punggungnya. "Jogja? Nggak salah?" Kevin tanya lagi.
"Iya Kak, Jogja. Emang kenapa sih? Ada yang salah?" tanya Ue balik.
"Seharusnya salah, yang gue tahu orang Jogja itu kalem kalem, nah lu??"
"Husss, kamu kok ngomong gitu sih Vin, ini sepupu kamu lo,"
"Nggak apa apa Bude, orang kan boleh punya persepsi sendiri sendiri," kata Ue sambil tersenyum. Gigi gingsulnya menampakkan diri di ujung bibir kirinya.
"Ya sudahlah, mending Bude anter kamu ke kamar aja," Mama Kevin membawa Ue ke kamar belakang. "Kok kamu baru nyampe jam segini sih?" tanya mama Kevin di perjalanan.
***
 "Ue???" pangggil Kevin.
"Ada apa Kak??"
"Lu udah suka sama berapa orang sih?"
"Ha? Kenapa kakak tanya gitu?"
"Ya pengen tahu aja? Emang nggak boleh?"
"Kakak kepo," jawab Ue dengan pandangan dipelototkan. Ue meraih tasnya yang jatuh di lantai dan melangkah ke kamar.
"Ingat kuliah Ue," teriak Kevin.
Ue memberi isyarat ibu jari dan telunjuk yang disatukan tanda mengerti. Kevin geleng-geleng kepala. Tiba-tiba......