suatu hari di ba'da senja, untuk kedua kalinya saya menangis karena hal yang sangat sepele. Perkara dimusuhi seseorang yang dulunya dekat. Perihal nama, atau bagaimana kronologinya aku tidak akan menceritakannya panjang lebar, biarlah itu jadi rahasia saya sendiri. Yang ingin aku ceritakan adalah tentang mereka, kedua orangtua saya. Ya, orangtua saya, meski bukan lulusan perguruan tinggi atau lulusan sekolah ternama dan hanya bekerja seadanya mereka bisa menghentak hati saya pasal "Mental".
Ya, meski saya telah berusia 21 tahun dan telah menghabiskan 6 semester di perguruan tinggi, nyatanya "mental" saya tidak cukup kuat untuk mengatasi problema kecil itu. Rasanya malu ketika orangtua saya yang bahkan tidak mengantongi ijazah SMA malah mempunyai mental yang jauh lebih kuat daripada saya. Saya malu karena mereka telah berhasil mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya, sedangkan saya acapkali menangis karena hal-hal sepele seperti ini. "Mental" saya belum mampu untuk mengatasi rasa takut tentang banyak hal. Saya sangat malu ketika berbicara, tapi entah mengapa tiba-tiba saja terpikir untuk cerita, karena saya merasa saya harus menemukan pemecahan dari "mental" ini.
Ya, orangtuaku bukanlah ahli konseling, bukan juga psikolog, jadi jangan harap akan mendapatkan penguatan yang manis. Kata-kata mereka jelas sekali menghentak. Berulang kali mereka bilang itu bukan memarahi tapi menasehati. Entahlah mungkin tiap orang punya cara tersendiri untuk menasehati anaknya.
Sekarang saya lega, walaupun sekarang aku tidak tahu apa yang dibicarakan orangtua saya usai menerima keluh kesah anaknya via sambungan telepon. Tapi mau bagaimana lagi, kita hanya bisa percaya pada orangtua untuk memberikan solusi meski itu akan membebani pikiran mereka.
Hanya saya berharap ketika saya ingin bercerita lagi saya tidak meneteskan air mata dan terlalu "baper" kata ibu saya, Bercerita biasa untuk saling menemukan solusi, sharing yang dewasa.
Memang benar kata ilmu perkembangan umur tidak menentukan kualitas kedewasaan seseorang. Dan entah saya akan dewasa pada usia berapa. Saya harap dengan adanya masalah kecil ini bisa jadi cermin bagi saya, masalah pasti memiliki jalan keluar tanpa air mata.
Saya pikir untuk mimpi-mimpi saya pun mungkin akan menemui banyak kendala, dan dengan kejadian hari ini saya harap akan selalu jadi pengingat saya tentang "semangat" yang diucapkan bapak berulang kali bukan hanya semangat biasa, tapi semangat yagn harus bisa mengembangkan mental saya.
Akhirnya, saya tidak tahu mengapa saya masih menulis ini di blog ini. Sedang saya tidak tahu apakah tulisan ini akan membuat saya malu pada akhirnya. Atau siapalah yang akan membacanya, biar saja, maya menyimpan ingatan yang mungkin saya lupa, karena saya memang pelupa.
Akhirnya selamat malam, saya malu, tapi saya lega. Terima kasih.
Rabu, 26 Juli 2017
Kamis, 13 Juli 2017
puisi buat kamu
Hai ini puisi buat kamu yang suka berpuisi
Hei, aku suka dengan puisimu
Aku suka kata yang kau petik dari banyak syair
dan kau ramu jadi satu
Hei, aku suka caramu ungkapkan perasaan lewat
syair-syair syahdu
Puisimu sedetik bikin jantungku berhenti berdetak
Kau tahu, puisi itu sangat indah
Ketika kamu bicara tentang langit, tentang
laut, tentang pantai, dan jutaan galaksi yang tersebar
Kalau sudah kubaca puisi rasanya tak ada hal
lain yang penting lagi di hidupku
Rasanya aku sudah sangat terpenuhi dengan
puisimu
Semua tulisan indahmu mengalihkan apapun dalam
hidupku untuk fokus ke kamu
Hei, kamu yang suka buat puisi
Rasanya puisi ini lebih seperti hujatan pada
akhirnya
Atau sejak awal ini bukan puisi
Karena setelah aku baca berulang tak ada rima
di dalamnya
Tak ada metafor yang mampu meluluhlantakkan
perasaan
Pun paduan kata dalam baris-baris ini sangat
berantakan
Sejak muncul kamu baris-baris kataku tak lagi
menyatu
Kata-katanya berlompatan seperti katak di
musim hujan
Mengejar kolam pemandian
Bersorak sendirian tak pedulian dan ah,
mungkin agak kampungan
Wah, jangan-jangan kau jadi ilfil setelah baca
puisi tak beraturan
Sayang aku tak tahu harus berkata lewat apa selain
puisi
Aku hanya bisa bicara lewat puisi tak
beraturan alias berantakan
Yah, untuk puisi ini memang terlalu panjang
Kalau begitu anggap saja ini sumpah serapah
Aku mau bilang padamu, puisimu sangat indah,
terlampau bagus kombinasi kata yang kau campur-campur itu
Kadang malah bikin perasaanku meledak
Sayang, tapi puisi tak bisa bikin kenyang,
kalau itu hanya tulisan hitam di atas putih atau malah di ketikan maya
Sayang, hidup tak hanya makan puisi, walau aku
tahu ada beberapa orang yang bisa beli nasi gegara puisi
Sayang, tapi tidak sembarang orang, tidak
semua orang
Sayang, kau sudah menawan tanpa kau tulis
berlembar-lembar puisi di kertas putihmu
Sayang, cobalah kau bergerak, melangkah, pada
hal-hal yang berbau uang
Ah sayang, apa aku terlihat materialistis
sekarang
Ah, pasti kau jadi ilfil beneran
Tapi benar sayang, kita tak bisa memakan
berlembar-lembar puisi di kertas putihmu
Aku lebih suka meloakkannya agar bisa jadi
kepingan receh yang bisa dibelanjakan
Yah sayang, ini hanya gerutuan wanita saja
Yang butuh kejelasan masa depan dan
kesejahteraan
Ku harap kau tak perlu marah dan menumpahkan
tinta di bajumu
Aku hanya wanita saja, yang melihat kerasnya
orangtua untuk membiayai hidup anaknya
Aku hanya wanita saja, yang tidak ingin jadi
pengemis di mata orang tuanya karena yang ada di rumahnya hanya berlembar
kertas puisi saja
Sayang, aku mencintaimu
Apakah kamu mencintaiku juga?
Ah tentu saja kau mengatakannya lewat berbait
puisimu
Tapi sayang aku butuh cara lainmu ungkapkan
sayang lewat kerja kerasmu sediakan nasi dan lauk pauk
Ah sudahlah mungkin aku benar-benar membuatmu
ilfil sekarang
Dan puisiku tak sebagus puisimu yang bisa
meluluhkan hati
Puisiku lebih mirip angin ribut yang dijejali
beribu belati
Menusukmu tepat di pusat hati
Sayang, aku mencintaimu, pun mencintai
puisimu, hanya saja sayang bisakah kau lakukan hal lain selain menulis puisi
dan menulis puisi
Yah sayang, mari bekerja lalu bertukar puisi
di malam-malam gelap penuh awan, mari bikin puisi bangunkan bulan yang
akhir-akhir ini tak lagi terang
Selamat sore sayang, maaf bikin hatimu patah dan marah
I LOVE YOU
Pacitan, 1 Juli 2017
Langganan:
Postingan (Atom)