Pages

Rabu, 26 Juli 2017

Pasal "Mental"

suatu hari di ba'da senja, untuk kedua kalinya saya menangis karena hal yang sangat sepele. Perkara dimusuhi seseorang yang dulunya dekat. Perihal nama, atau bagaimana kronologinya aku tidak akan menceritakannya panjang lebar, biarlah itu jadi rahasia saya sendiri. Yang ingin aku ceritakan adalah tentang mereka, kedua orangtua saya. Ya, orangtua saya, meski bukan lulusan perguruan tinggi atau lulusan sekolah ternama dan hanya bekerja seadanya mereka bisa menghentak hati saya pasal "Mental".
Ya, meski saya telah berusia 21 tahun dan telah menghabiskan 6 semester di perguruan tinggi, nyatanya "mental" saya tidak cukup kuat untuk mengatasi problema kecil itu. Rasanya malu ketika orangtua saya yang bahkan tidak mengantongi ijazah SMA malah mempunyai mental yang jauh lebih kuat daripada saya. Saya malu karena mereka telah berhasil mengatasi berbagai masalah dalam kehidupannya, sedangkan saya acapkali menangis karena hal-hal sepele seperti ini. "Mental" saya belum mampu untuk mengatasi rasa takut tentang banyak hal. Saya sangat malu ketika berbicara, tapi entah mengapa tiba-tiba saja terpikir untuk cerita, karena saya merasa saya harus menemukan pemecahan dari "mental" ini.
Ya, orangtuaku bukanlah ahli konseling, bukan juga psikolog, jadi jangan harap akan mendapatkan penguatan yang manis. Kata-kata mereka jelas sekali menghentak. Berulang kali mereka bilang itu bukan memarahi tapi menasehati. Entahlah mungkin tiap orang punya cara tersendiri untuk menasehati anaknya.
Sekarang saya lega, walaupun sekarang aku tidak tahu apa yang dibicarakan orangtua saya usai menerima keluh kesah anaknya via sambungan telepon. Tapi mau bagaimana lagi, kita hanya bisa percaya pada orangtua untuk memberikan solusi meski itu akan membebani pikiran mereka.
Hanya saya berharap ketika saya ingin bercerita lagi saya tidak meneteskan air mata dan terlalu "baper" kata ibu saya, Bercerita biasa untuk saling menemukan solusi, sharing yang dewasa.
Memang benar kata ilmu perkembangan umur tidak menentukan kualitas kedewasaan seseorang. Dan entah saya akan dewasa pada usia berapa. Saya harap dengan adanya masalah kecil ini bisa jadi cermin bagi saya, masalah pasti memiliki jalan keluar tanpa air mata.
Saya pikir untuk mimpi-mimpi saya pun mungkin akan menemui banyak kendala, dan dengan kejadian hari ini saya harap akan selalu jadi pengingat saya tentang "semangat" yang diucapkan bapak berulang kali bukan hanya semangat biasa, tapi semangat yagn harus bisa mengembangkan mental saya.
Akhirnya, saya tidak tahu mengapa saya masih menulis ini di blog ini. Sedang saya tidak tahu apakah tulisan ini akan membuat saya malu pada akhirnya. Atau siapalah yang akan membacanya, biar saja, maya menyimpan ingatan yang mungkin saya lupa, karena saya memang pelupa.
Akhirnya selamat malam, saya malu, tapi saya lega. Terima kasih.

2 komentar:

  1. Setahu saya sih, keluar air mata itu tidak otomatis berarti punya masalah mental.. Dan yang pasti, rasa 'plong' itu enak dan perlu :)

    BalasHapus
  2. terima kasih untuk kutukamus yang sudah meluangkan waktunya untuk mampir di blog saya. hehehe mungkin memang bukan punya masalah mental hanya saja saya terlalu cengeng dalam menyelesaikan masalah saya dan itu membuat saya sedikit malau.

    BalasHapus