Pages

Jumat, 21 April 2017

Saya pikir pelukanmu cuma pelukan basa-basi semata. Bukan pelukan tulus seperti ketika pertama kali. Pun aku juga tak memeluk balas dengan tulus. Aku sudah kehilangan arti dari pelukanmu. Bagiku kamu sudah hilang sebagai sesuatu yang spesial dari diriku sejak kamu mulai membohongiku. Kau sering berkilah bahwa itu demi kebaikanku. Tapi tidak ada kebohongan yang baik, kebohongan akan tetap memberikan lukanya di waktu yang tepat. Dan aku sudah terluka oleh kebohonganmu.
Bagaimana kalau kita sudahi saja drama kita ini. Menganggap bahwa kita tak pernah punya hubungan dekat. Menganggap bahwa kita cuma teman biasa yang tidak punya cerita apa-apa. Aku hampir berhasil beberapa saat yang lalu sebelum kamu tiba-tiba memelukku dan mengembalikan semua memori bahwa aku mengenalmu.
Ya, kita tidak dekat. Karena kalau kita dekat kamu tak mungkin meninggalkanku. Karena kalau kita dekat kamu akan berbagi cerita denganku. Kalau kita dekat kamu pasti akan mengajakku untuk tersenyum. Nyatanya kamu memilih orang lain untuk menemanimu, dan bukan aku.
Ya, tapi aku tak bisa menghentikan rentetan kejadian bukan. Jikapun aku punya kemampuan mengembalikan waktu aku ingin aku tidak pernah mengenalmu. Sama sekali tidak ingin mengingat apapun tentangmu. Selamat malam

Sabtu, 01 April 2017

Berusaha tetap baik-baik saja ketika hati terluka itu tidak mudah. Berusaha tetap tersenyum ketika menangis itu menyakitkan. Berusaha tegar saat rapuh itu melelahkan. Rasanya sesak, seperti udara di tenggorokan tersumbat berjuta-juta kapas. Ingin menumpahkan kepingan-kepingan air dari mata tapi berasa malu saking seringnya. Tapi ini sakit dan aku mesti tersenyum di depanmu lagi. Pertanyaannya apa aku sebegitu mengecewakannya sehingga luka selalu kau gores ketika kita bertatap muka. Apa kau pikir aku manusia tanpa rasa? Aku hanya  manusia biasa yang punya batas akhir pertahanan diri dan pada titik ini aku mulai lelah berkata baik-baik saja. Aku masih berusaha untuk tersenyum dan bilang baik-baik saja. Aku harap Tuhan memberikan akhir yang bahagia dari luka yang kau buat hari demi hari menganga. Aku yakin di langit sana Tuhan punya rencana meski kau berulang kali menjegalnya dengan doamu yang jauh lebih nyata. Tapi yang aku tahu Tuhan tak pernah tidur bahkan sedetikpun. Tuhan masih ada menyokong pundakku yang mulai lelah menangani sikapmu. Pada ujung cerita ini aku hanya ingin meminta untuk diberikan akhir yang baik, akhir yang bisa membuat aku dan orang-orang baik tersenyum, akhir yang akan membuat lembaran lebih bersih dan putih tanpa goresan pisau yang terselip di ketiakmu. Ya, silahkan tidur dulu, pun aku juga lelah sekarang dan ingin rebah untuk sesaat, bermimpi tentang sebuah hari yang ceria, penuh tawa, dan tak ada orang-orang pembawa pisau pembunuh, penikmat darah kesakitan yang perlu aku kaburi. Selamat malam, semoga aku bisa mimpi indah, dan ketika bangun hidupku akan tetap indah tanpa pisau di balik tanganmu.