Pages

Jumat, 13 Mei 2016

Pamit

Pada akhirnya seseorang dituntut mengerti, bahwa dia tidak diinginkan lagi. Maka akan kukirim surat perpisahanku ini, pada sinyalmu yang menjauh dariku. Jikapun surat ini tak sampai padamu, aku harap kau tidak akan kelu bila tahu aku sudah tak di sampingmu sebelum kau mengusirku. Surat ini tertanda waktu tengah hari, tengah bulan, tengah tahun. Kusampaikan salam hay dan sebuah pertanyaan kabar, apakah hari ini kau masih menghirup sesaknya nafas kehidupan. Kubuka dengan doa agar kau tak akan lelah di kejar waktu dan membagi pikir untuk banyak hal. Tapi hari ini aku ingin ucap kata perpisahan untuk rajutan yang kau sulam. Mungkin sudah saatnya aku pergi dan berhenti untuk peduli. Aku pikir kamu sudah lebih kuat untuk terbang tanpa kau pinjam lagi sayapku. Yang ku lihat sayapmu lebih kokoh dan kau punya berpasang pasang sayap yang lainnya. Aku harus pergi, tapi tak bisa pamit. Waktunya sudah habis kemarin hari ketika kamu melupakanku di tengah kalut risaumu. Aku harus pamit, kalu kau bertemu denganku esok hari jangan berpikir itu aku. Itu hanya ilusimu,yang akan kau pandang dan kau temui esok lusa hanya ilusimu, bayanganmu tentang kenanganku yang hari ini pamit meninggalkanmu. Ini bukan lirik lagu. Tapi sebuah surat, yang entah bermegamega byte kecepatan koneksi tak akan pernah sampai padamu. Jikalau kau rindu aku setelah ini kunjungi saja rumahku. Setidaknya kau akan bisa mengingat seluruh aroma hidupku. Selamat tinggal ya, aku pamit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar